Modul 4 Ergonomi dan PSK

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1.      SamplingKerja[1]

Berbagai cara dikemukakan untuk menetapkan waktu baku dimana terdapat diantaranya sampling pekerjaan. Cara ini, bersama dengan pengukuran waktu jam henti, merupakan cara langsung karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung di tempat berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan, pengamat tidak terus menerus berada di tempat pekerjaan melainkan mengamati (di tempat pekerjaan) hanya pada sesaat-sesaat pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak.

Karena cara bekerjanya seperti yang telah dikemukakan di atas, sampling pekerjaan mempunyai beberapa kegunaan lain di bidang produksi selain untuk menghitung waktu penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut ialah:

1.      Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok  kerja.

  1. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat di pabrik.
  2. Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung.
  3. Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.

Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda dengan yang diketengahkan pada cara jam henti. Begitu pula langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan yaitu:

  1. Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apasampling dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan keyakinan.
  2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika belum perbaikan-perbaikansistem kerja harus didahulukan dahulu.
  3. Memilih operator atau operator-operator yang baik.
  4. Bila perlu, mengadakan latihan bagi para operator yang dipillih agar bisa dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.
  5. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan. Secara terperinci.
  6. Menyiapkan peralatan yang diperlukan berupa papan pengamatan, lembaran-lembaran pengamatan, pena atau pensil. Papan pengamatan di sini tidak berbeda dengan yang digunakan untuk pengukuran dengan waktu jam henti.

 

2.1.1.   Sampling Pendahuluan[2]

Pada langkah ini dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak. Sebagai contoh katakanlah sekelompok pekerja yang terdiri dari  Hari si A, B dan C yang bekerja mulai pukul 13.00–17.00. Berarti mereka bekerja selama 4 jam. Dari waktu 4 jam yang tersedia ini kita random dengan memakai tabel bilangan random.

Dengan mengambil 3 digit, bilangan tersebut lalu akan dikalikan dengan waktu siklus dan hasilnya kemudian ditambahkan dengan waktu awal operator bekerja. Sebagai contoh diambil angka acak 091, bilangan ini lalu dikalikan dengan waktu siklus operator menyelesaikan satu pekerjaan, misalnya 2 menit. Maka perhitungannya menjadi:

91 x 2 menit = 182 menit = 3,03 jam = 3 jam 18 menit

Misalkan operator mulai bekerja pada pukul 13.00, maka waktu pengamatan adalah waktu operator bekerja ditambahkan dengan waktu yang diperoleh dari perhitungan angka acak. Perhitungannya menjadi:

Waktu pengamatan = 13.00 + 03.03 = 16.03.

Berdasarkan waktu yang telah diacak tersebut maka pengamatan dilakukan dimana pengamat mengelompokkan kegiatan bekerja (work) dan kegiatan menganggur (idle). Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu defenisi work dan idle itu sendiri. Setelah itu catat kegiatan work dan idle serta tentukan persentasenya.

 

2.1.2.   Pengujian Keseragaman Data dan Kecukupan Data

Pengujian keseragaman data merupakan langkah statistik yang dilakukan terhadap suatu range untuk mengetahui jumlah data yang berada dalam batas in control dan out of control. Data in control adalah data yang berada pada batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.Sedangkan data out of control adalah data yang berada diluar batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.Dengan menggunakan peta kontrol maka kita secara langsung dapat melihat data yang berada dalam batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.

Dalam penggunaan peta kontrol, data yang diharapkan dari hasil pengamatan akan ditetapkan dalam sebuah peta kontrol yang memiliki batasan kontrol sebagai berikut:

  1. Batas Kontrol Atas (BKA)

BKA =  + k     (1 – )

                              n

 

  1. Batas Kontrol Bawah (BKB)

BKB =  – k     (1 – )

                             n

 =

Dimana:

pi  =   persentase produktif hari ke-i

   =   persentase terjadinya kejadian rata-rata, dinyatakan dalam desimal

n   =   jumlah pengamtan yang dilaksanakan per siklus waktu kerja

k   =   harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan

          k = 1 (tingkat keyakinan 0%-68%)

          k = 2 (tingkat keyakinan 69%-95%)

k = 3 (tingkat keyakinan 96%-99%)

Pengujian kecukupan data adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah data pengamatan yang telah diambil cukup untuk diolah atau belum. Rumus untuk menghitung kecukupan data adalah sebagai berikut:

N’ =  k2 (1 – p)

              s2p

Dimana:

N’   =   jumlah pengamatan yang perlu dilakukan

p     =   persentase produktif

s      =   tingkat ketelitian

k     =   harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan yang

            diambil

Apabila N’ lebih kecil daripada jumlah pengamatan sebenarnya, maka pengamatan berhenti karena dianggap telah mencukupi.Sebaliknya jika harga N’ tersebut lebih besar, maka lakukan langkah pengamatan dari awal.

 

2.1.3.      Perhitungan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan[3]

Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu:

  1. Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dan hasil pengamatan.
  2. Tingkat keyakinan (level of convidence) dari hasil pengamatan.

Dengan asumsi bahwa terjadinya kejadian seorang operator akan bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal, maka untuk mendapatkan jumlah sampel pengamatan yang harus dilaksanakan dapat dicari berdasarkan rumus berikut:

dimana :

S          =  Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam desimal

p          =  persentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan dalam desimal

N         =   jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.

k          =harga indeks yang  besarnya tergantung pada tingkatkepercayaan dilakukan untuk sampling kerja.

Untuk tingkat kepercayaan 68% harga k adalah 1

Untuk tingkat kepercayaan 95% harga k adalah 2

Untuk tingkat kepercayaan 99% harga k adalah 3

 

2.1.4.      Rating Factor dan Allowance[4]

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator.Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Penyebab seperti tersebut di atas, mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja baku yang diselesaikan secara wajar.

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Oleh karena itu, sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.

 

2.1.5.   Penetapan Waktu Baku[5]

Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk:

  1. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja).
  2. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan/pekerja.
  3. Penjadwalan produksi dan penganggaran.
  4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja yang berprestasi.
  5. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan seorang pekerja.

Penetapan waktu baku bertujuan untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan pekerja dengan kemampuan diatas rata-rata untuk menyelesaikan  pekerjaannya. Penetapan waktu baku ini melibatkan perhitungan waktu normal, rating factor dan allowance.Rumus untuk menghitung waktu baku adalah:

Waktu Baku =  WT x PP x RF   x               100%

                                                               TP                  100%-Allowance%

Dimana:

WT    =   Waktu total

PP     =   Persen produktif

RF     =   Rating factor

TP     =   Total produk

 

2.2.      Produktivitas

Produktivitas dipandang dari dua sisi yaitu sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi output (barang atau jasa).

Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performansi kualitas, hasil-hasil, merupakan komponen dari usaha produktivitas.

Pada dasarnya konsep siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama yaitu:

  1. Pengukuran produktivitas.
  2. Evaluasi produktivitas.
  3. Perencanaan produktivitas.
  4. Peningkatan produktivitas.

Peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem itu sendiri. Apabila produktivitas dari sistem industri itu telah dapat diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas untuk diperbandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

            Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi, yaitu sistem dimana faktor-faktor seperti tenaga kerja dan modal/kapital  berupa  mesin, peralatan  kerja, bahan baku, bangunan pabrik, dan lain-lain.

             Dari hal tersebut, maka kita akan selalu berusaha memanfaatkan semua sumber daya tersebut untuk mewujudkan sesuatu secara maksimal dengan memadukan sumber dan hasil dalam bentuk yang optimal. Tenaga kerja manusia disamping modal dan sumber produksi lainnya adalah sumber daya yang harus dimanfaatkan secara penuh dan terarah. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas memang tidak bisa dikatakan bahwa faktor manusia adalah satu-satunya faktor yang harus diamati, diteliti, dianalisa, dan diperbaiki. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh tehadap usaha penigkatan produktivitas tetap juga harus dipertimbangkan.

Produktivitas dapat dibagi kedalam tiga jenis, yaitu antara lain sebagai berikut:

  1. Produktivitas parsial

Produktivitas parsial merupakan perbandingan output terhadap suatu jenis input. Misalnya, produktivitas tenaga kerja adalah ukuran produktivitas parsial.Begitu pula dengan produktivitas gedung dan produktivitas material juga termasuk produktivitas parsial.

  1. Produktivitas total-faktor

Produktivitas total-faktor adalah perbandingan output netto terhadap jumlah input tenaga kerja dan bangunan. Outputnetto yang dimaksud disini adalah output total dikurangi biaya pembelian barang dan jasa.

  1. Produktivitas total

Produktivitas total adalah perbandingan output total terhadap jumlah semua faktor input. Ukuran ini mencerminkan efek gabungan dari semua input dalam menghasilkan output.

            Dengan peningkatan produktivitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi, khususnya yang bersangkut paut dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Berkaitan dengan maksud dan tujuan ini, maka analisa ergonomi, studi gerak dan waktu akan memainkan peran yang penting dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Agar produktivitas kerja bisa meningkat, pelu diupayakan proses produksi bisa memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap kegiatan produktif yang berkaitan dengan nilai tambah.

Peningkatan produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:  

Pi =

            Dengan formulasi ini, peningkatan produktivitas akan terjadi bilamana output berhasill naik (bertambah besar) atau tetap dan disisi lain input dalam hal ini bisa lebih ditekan seminimal mungkin. 

            Naiknya produktivitas ternyata akan membawa konsekuensi terhadap penurunan biaya produksi per unitnya, sehingga penurunan biaya produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ci =

            Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produktivitas ada dua yaitu:

  1. Faktor teknis yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, metode penerapan kerja yang lebih baik, penerapan kerja yang lebih efisien dan efektif, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.
  2. Faktor manusia yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia di dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Disini ada dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemampuan kerja dari pekerja tesebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestai kerja seseorang.

            Penekanan pada faktor manusia sebagai sumber penentu untuk kenaikan produktivitas dalam kondisi tertentu haruslah mendapatkan perioritas yang lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor teknis. Disini haruslah diusahakan untuk mengeliminir pemakaian dan penerapan teknologi yang lebih berorientasi pada proses mekanisasi dan otomatisasi.

            Manusia bukanlah barang mati seperti halnya mesin atau fasilitas produksi lainnya. Kerja dari mesin dapat kita program sesuai dengan spesifikasi dan kemampuan teknis yamg dimiliki. Manusia bukanlah mesin yang dapat kita atur dan program demikian saja. Dalam diri manusia akan dapat dijumpai variabel baik yang nyata terlihat atau tidak yang mempengaruhi segala bentuk kerja dan aktivitasnya yang akan membuat kita salah duga terhadap apa-apa yang diprogramkan untuknya dan harus dilaksanakan. Untuk itu didalam mengelola sumber daya manusia yang ada dan dimiliki, maka pendekatan yang lebih bersifat manusiawi perlu diperhatikan benar-benar agar lebih bisa diharapkan adanya tingkat produktivitas yang lebih tinggi lagi.

 

2.3.      Teknik Sampling

Pengambilan sampel secara acak (Random Sampling atau Probability Sampling), merupakan suatu pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk menjadi anggota sampel, dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap elemen mendapat kesempatan yang sama (equal chance) untuk dipilih menjadi anggota sampel. Artinya setiap elemen mempunyai probabilitas  yang sama untuk terpilih.

Sebenarnya penentuan cara pemilihan tergantung sepenuhnya pada orang yang mengumpulkan data. Namun, jika kita menggunakan probability sampling, kita bisa menggunakan metode analisis statistik, bisa menguji hipotesis, membuat perkiraan interval, serta bisa menguji besarnya kesalahan perkiraan.

Pengambilan sampel secara acak (Random Sampling atau Probability Sampling) terdiri dari:

  1. Pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling), yaitu suatu cara pengambilan sampel sebanyak n yang dipilih dari populasi dengan N elemen secara acak sedemikian rupa sehingga setiap elemen populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih. Misalnya secara teoritis, sampel yang terdiri dari pelemparan uang logam merupakan sampel acak karena pada setiap pelemparan, sisi 0 (kepala) atau 1 (ekor) dari uang logam tersebut memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih.
  2. Pengambilan sampel acak sistematis (Systematic Sampling), yaitu suatu sampling dimana pengambilan elemen pertama sebagai anggota sampel dipilih secara acak, sedangkan pemilihan elemen-elemen berikutnya ditentukan secara sistematis, dengan menggunakan interval tertentu sebesar k.
  3. Pengambilan sampel acak stratifikasi adalah suatu cara pengambilan sampel dari suatu populasi di mana populasinya dibagi-bagi terlebih dahulu menjadi kelompok-kelompok yang (relatif) homogen, kemudian dari setiap kelompok, dinamakan stratum, diambil sampel secara acak. Jenis sampel ini lebih cocok digunakan untuk menentukan tingkat rata-rata pendapatan penduduk.
  4. Pengambilan sampel acak gugus (Cluster Sampling), yaitu pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan penentuan dan pemilihan lokasi/wilayah tertentu atau menggunakan lokasi geografis sebagai dasarnya.

Pengambilan sampel secara tidak acak (non-random sampling), merupakan suatu cara pemilihan elemen untuk menjadi anggota sampel kalau setiap elemen tidak mendapat kesempatan yang sama (unequal chance). Cara tidak acak lebih bersifat subjektif dan samplingnya disebut non-probability sampling.

Pengambilan sampel secara tidak acak (Non-random Sampling), terdiri dari:

  1. Purposive atau Judgement Sampling sering juga disebut selected sampling, yaitu suatu sampling dimana pemilihan elemen-elemen untuk menjadi anggota sampel didasarkan atas pertimbangan yang tidak acak.
  2. Quota Sampling hampir sama dengan sampling acak berlapis tetapi pemilihan-pemilihan elemen dari setiap stratumtidak ditentukan secara acak, sedangkan jumlah elemen dari setiap stratum ditentukan berdasarkan jatah (quota).
  3. Convience dimana pemilihan terhadap suatu elemen dilakukan secara kebetulan.
  4. Snowball dimana pemilihan pertama dilakukan terhadap satu elemen dan kemudian elemen tersebut memperbanyak jumlahnya dengan mencari anggotanya sendiri.

 

2.4.      Tingkat Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan[6]

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dengan persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari).Sementara tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyainan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Ini pun dinyatakan dalam persen. Jadi, tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya; dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini 95%.

 

2.5.      Display[7]

Display merupakan bagian dari lingkungan yang perlu memberi informasi kepada pekerja agar tugas-tugasnya menjadi lancar. Arti informasi disini cukup luas, menyangkut semua rangsangan yang diterima oleh indera manusia baik langsung maupun tidak langsung. Contoh dari display diantaranya adalah jarum speedometer, keadaan jalan raya memberikan informasi langsung ke mata, peta yang menggambarkan keadaan suatu kota. Jalan raya merupakan contoh dari display langsung, karena kondisi lingkungan jalan bias langsung diterima oleh pengemudi. Jarum penunjuk speedometer merupakan contoh display tak langsung karena kecepatan kendaraan diketahui secara tak langsung melalui jarum speedometer sebagai pemberi atau perantara informasi.

 

 

 

2.6.      Jenis-jenis Pembagian Display

Ada beberapa tipe-tipe dari display yang dimana disesuaikan berdasarkan tujuannya. Informasi dalam bentuk display banyak digunakan. Display terdiri dari dua bagian yang bertujuan untuk lingkungan dan keselamatan kerja, yaitu:

1.   Display Umum

Diantaranya mengenai aturan kepentingan umum, contohnya display tentang

kebersihan dan kesehatan lingkungan, “Jagalah Kebersihan”.

2.   Display Khusus

Diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja khusus (misalnya dalam industri dan pekerjaan konstruksi), contohnya “Awas Tegangan Tinggi”.

Berdasarkan lingkungan display berperan penting sebagai pemberi informasi karena manusia yang dapat melaksanan suatu perintah tersebut. Display tersebut terbagi dalam 2 macam dalam hal lingkungan yaitu:

1.   Display Statis

Display yang memberikan informasi sesuatu yang tidak tergantung terhadap waktu, contohnya peta (informasi yang menggambarkan suatu kota).

2.   Display Dinamis

Display yang menggambarkan perubahan menurut waktu dengan variabel,

contohnya jarum speedometer dan mikroskop.

Display langsung termasuk display dinamis, tetapi display tak langsung bisa termasuk display dinamis dan bisa termasuk juga display statis.Berdasarkan informasi display ini tak lain yang dimana seperti manusia.Manusia yang dimana memerlukan suatu informasi. Display terbagi atas 3 macam dalam hal informasi yaitu:

1.   Display Kualitatif.

Display yang merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula berbentuk data numerik, dan untuk menunjukkan informasi dari kondisi yang berbeda pada suatu sistem, contohnya: informasi atau tanda On–Off pada generator, dingin, normal dan panas pada pembacaan temperatur.

 

 

2.   Display Kuantitatif.

Display yang memperlihatkan informasi numerik, (berupa angka, nilai dari statu variabel) dan biasanya disajikan dalam bentuk digital ataupun analog untuk statu visual display. Analog Indikator: Posisi jarum penunjuknya searah dengan besarnya nilai atau sistem yang diwakilinya, analog indikator dapat ditambahkan dengan menggunakan informasi kualitatif (misal merah berarti berbahaya).

  1. Display Representatif.

Display Representatif, biasanya berupa sebuah “Working Model” atau “Mimic Diagram” dari suatu mesin, salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.

 

2.7.      Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan.
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner. Tajam penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:

1.    Penglihatan normal

Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.

  1. Penglihatan hampir normal

Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.

 

3.    Low vision sedang

Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.

4.    Low vision berat

Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.

  1. Low vision nyata

Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan braille, radio, pustaka kaset.

  1. Hampir buta

Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.

  1. Buta total

Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhny tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata. Di bawah ini ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam penglihatan normal, tajam penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan dalam keadaan buta.

Dimensi yang sesuai untuk statu pembacaan jarak jauh ditentukan dengan

menggunakan rumus Visual Acuity. Rumus penetapan tinggi huruf dinyatakan sebagai berikut :

VA (menit) = 3438 x

Keterangan :

H    : tinggi huruf minimal

D    : jarak pembacaan

VA : ketajaman penglihatan

Untuk perbandingan tinggi lebar karakter dengan merekomendasikan 5 :  3 sampai 3: 2.

2.8.      Pengaruh Warna Teks Terhadap Stimulasi

Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat sensitif terhadap warna BIRU-HIJAU-KUNING, tetapi sangat tergantung juga pada kondisi terang dan gelap. Visual Display sebaiknya tidak menggunakan lebih dari 5 warna. Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang yang memiliki gangguan penglihatan atau mengalami kekurangan dan keterbatasan penglihatan pada matanya. Warna merah dan hijau sebaiknya tidak digunakan bersamaan begitu pula warna kuning dan biru. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan warna pada pembuatan display. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan pada Warna

Kelebihan

Kekurangan

Tanda untuk data spesifik

Tidak bermanfaat bagi buta warna

Informasi lebih mudah diterima

Menyebabkan fatique

Mengurangi tingkat kesalahan

Membingungkan

Lebih natural

Menimbulkan reaksi yang salah

Memberi dimensi lain

Informal

Arti penggunaan warna pada sebuah display adalah sebagai berikut:

1.   Merah menunjukkan Larangan

2.   Biru menunjukkan Petunjuk

3.   Kuning menunjukkan Perhatian

 

2.9.      Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data berfungsi untuk memperkecil varian yang adadengan membuang data ekstrim. Jika ada data yang berada di luar batas kendali atas ataupun batas kendali bawah maka data tersebut dibuang. Rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu:

 

                                                 + ZSD

                                                 – ZSD

 

Dimana :

SD       =  Standar deviasi

       =  Mean data

BKA   =  Batas kendali atas

BKB    =  Batas kendali bawah

Jika Xmin > BKB dan Xmax< BKA maka data seragam

Jika Xmin < BKB dan Xmax>BKA maka data seragam

Untuk dapat menghitung batas-batas control maka terlebih dahulu dihitung nilai P dengan rumus :

 

Dimana :

T          = jumlah total pengamatan

C         = aktivitas tidak bekerja

            Untuk menghitung akurasi menggunakan rumus :

 

 

Dimana :

L         = batas variasi yang diperbolehkan

N         = jumlah pengamatan

P          = proporsi aktivitas (work dan idle) sebagai persentase N

 

2.10.    Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yangdiperoleh sudah mencukupi untuk diolah. Sebelum dilakukan uji kecukupan data terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan s = 0.05 yang menunjukkanpenyimpangan maksimum hasil program. Selain itu juga ditentukan tingkat kepercayaan 95% dengan k = 2 yang menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data antropometri, artinya bahwa rata-rata data hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang sebesar 5% dari rata-rata sebenarnya.Rumus uji kecukupan data, yaitu:

 

Dengan ;

k          = tingkat kepercayaan

s           = derajat ketelitian

xi         = data ke-i

N         = jumlah data pengamatan.

N’        = jumlah data teoritis

Data dianggap telah mencukupi jika memenuhi persyaratan N’<N, dengan kata lain jumlah data secara teotitis lebih kecil daripada jumlah data pengamatan.

 

2.11.    Ergonomi[8]

            Secara umum defenisi-defenisi ergonomi yang ada membicarakan masalah-masalah hubungan antara manusia pekerja dengan tugas-tugas dan pekerjaannya serta desain dari objek yang digunakannya. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.

            Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi tujuan utama penerapan ergonomi.

 

2.11.1.  Tipe-tipe Masalah Ergonomi

Masalah-masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti :

  1. Anthtropometric

Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang geometr fungsional dengan tubuh manusia.Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume.Jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lainnya.Masalah-masalah antropometri merupakan manifestasi dari kekurang cocokannya antara dimensi ini dan desain dari ruang kerja.Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.

2. Cognitive

Masalah kognitif muncul ketika informasi beban kerja yang berlebihan dan infomasi beban kerja di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu yang panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain, fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahannya adalah untuk melengkapkan fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan performansi sebaik pengembangan pekerjaan.

3. Musculoskeletal

Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini.Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif.Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan batas kemampuan manusia.

4. Cardiovaskular

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem sirkulasi, termasuk jantung.Akibatnya adalah jantung memompakan lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen.Pemecahannya yaitu mendesain kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.

5. Psychomotor

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem psychomotor yang menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.

 

2.11.2.Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif lagi.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

 

2.11.3.Aplikasi Ergonomi

Aplikasi Ergonomi dapat diterapkan pada berbagai bidang kehidupan sehari-hari.Contohnya adalah sebagai berikut.

  1. Perancangan tempat atau stasiun kerja yang sesuai dengan karakteristik dari manusia.

2. Desain peralatan, perkakas dan mesin-mesin yang dipergunakan oleh manusia sebagai sarana untuk memudahkan segala aktivitasnya.

3. Desain produk-produk yang lebih memudahkan kegiatan, contohnya mobil yang dilengkapi dengan kursi yang mudah disetel dan disesuaikan dengan kondisi tubuh manusia yang bervariasi.

 

2.12.    Antropometri

2.12.1.Definisi Antropometri[9]

            Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran.Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia.

 

2.12.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

            Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinyaseorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

  1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21 tahun, sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23 tahun (laki-laki) dan 21 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

  1. Jenis Kelamin (Sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul dan sebagainya.

  1. Suku Bangsa (Etnis)

Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

  1. Posisi Tubuh

Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

  1. Cacat Tubuh

Data antropometri yang diperlukan adalah untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat, misalnya kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.

  1. Tebal atau Tipisnya Pakaian yang Dikenakan

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.

  1. Kehamilan (Pregnancy)

Kondisi semacam ini jelas mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan).Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusu terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

 

2.12.3.Antropometri Statis (Struktural)

            Istilah lain dari pengukuran tubuh dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna) dikenal dengan antropometri statis. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya.Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th persentil.Contoh antropometri statis adalah posisi tubuh saat duduk orang duduk di kursi.

 

2.12.4.Antropometri Dinamis (Fungsional)

            Antropometri dinamis adalah pengukuran yang dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan antropometri statis yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis, maka cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalm posisi yang dinamis. Antropometri dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Contoh antropometri dinamis adalah perancangan kursi mobil dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, tangkai pemindahan gigi, pedal dan juga jarak antara dengan atap maupun dashboard harus menggunakan data antropometri dinamis.

 

2.12.5.Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri[10]

            Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini:

  1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim

     Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:

     a.  Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

     b.  Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang siaplikasikan ditetapkan dengan cara:

     a.  Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

     b.  Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikanoleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran tertentu.

     Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai 95-th persentil.

  1. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

     Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia.Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

 

2.12.6.Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri[11]

Jenis pengukuran antropometri statis biasanya dilakukan dalam dua posisi yaitu posisi berdiri dan duduk di kursi. Alat ukur yang harus digunakan untukmengukur antropometri adalah antropometer. Dimensi tubuh tersebut meliputi antara lain:

 

 

  1. Posisi Berdiri

Gambar 2.1. Antropometri Tubuh dalam Posisi Berdiri

 

Tabel 2.2. Data Antropometri Tubuh dalam Posisi Berdiri

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Tinggi Badan Tegak

TBT

Diukur dari jarak vertikal telapak kaki sampai ujung kepala yang paling atas.

 

Tinggi Mata Berdiri

TMB

Diukur dari jarak vertikal lantai sampai ujung mata bagian dalam.

 

Tinggi Bahu Berdiri

TBB

Diukur dari jarak vertikal lantai sampai bahu yang menonjol.

 

Tinggi Siku Berdiri

TSB

Diukur dari jarak vertikal pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah.

 

Jangkauan Tangan

JT

Diukur dari jarak horizontal dari punggung sampai ujung jari tengah.

 


 

Tabel 2.2. Data Antropometri Tubuh dalam Posisi Berdiri(Lanjutan)

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Panjang Lengan Bawah

PLB

Diukur dari jarak siku sampai pergelangan tangan.

 

Tebal Badan

TB

Diukur dari jarak dada sampai punggung secara horizontal.

 

Rentangan Tangan

RT

Diukur dari jarak horizontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri sampai ujung jari terpanjang tangan kanan.

 

  1. Posisi duduk samping

Gambar 2.2. Antropometri Tubuh dalam Posisi Duduk Samping

 

Tabel 2.3. Data Antropometri Tubuh dalam Posisi Duduk Samping

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Tinggi Duduk Tegak

TDT

Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung atas kepala. Subjek duduk tegak dengan mata memandang lurus ke depan dan membentuk sudut siku-siku.

Tabel 2.3. Data Antropometri Tubuh dalam Posisi Duduk Samping (Lanjutan)

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Tinggi Bahu Duduk

TBD

Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek duduk tegak.

 

Tinggi Mata Duduk

TMD

Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung mata bagian dalam. Subjek duduk tegak dan memandang lurus ke depan.

 

Tinggi Siku Duduk

TSD

Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah.

 

Tebal Paha

TP

Subjek duduk tegak, diukur jarak dari permukaan alas duduk sampai ke permukaan atas paha.

 

Tinggi Polipteal

TPo

Diukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.

 

Pantat Polipteal

PP

Subjek duduk tegak, diukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan lutut sebelah dalam (popliteal). Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.

 

Pantat ke Lutut

PkL

Subjek duduk tegak, diukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai ke lutut. Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.

                                

 

  1. Posisi duduk menghadap ke depan

Gambar 2.3. Antropometri Tubuh dalam Posisi Duduk Menghadap ke Depan

 

Tabel 2.4. Data Antropometri Tubuh dalam Posisi Duduk Menghadap ke Depan

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Lebar Pinggul

LP

Subjek duduk tegak, diukur jarak horizontal dari bagian terluar pinggul sisi kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan.

 

Lebar Bahu

LB

Diukur jarak horizontal antara kedua lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.

 

 

 

  1. Dimensi jari tangan

Gambar 2.4. Antropometri Jari Tangan

 

Tabel 2.5. Data Antropometri Jari Tangan

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Panjang jari 1, 2, 3, 4, 5

PJ1,2,3,4,5

Diukur dari masing-masing pangkal ruas jari sampai ujung jari.

 

Pangkal ke Tangan

PPt

Diukur dari pangkal pergelangan tangan sampai pangkal ruas jari.

 

Lebar Jari 2,3,4,5

LJ2,3,4,5

Diukur dari sisi luar jari telunjuk sampai sisi luar jari kelingking.

 

Lebar Tangan

LT

Diukur dari sisi luar ibu jari sampai sisi luar jari kelingking.

 

 

 

  1. Dimensi tangan

Gambar 2.5. Antropometri Tangan

 

Tabel 2.6. Data Antropometri Tangan

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Panjang Tangan

PT

Diukur jarak vertical dari ujung jari telunjuk tangan ke pergelangan tangan.

 

Diameter Genggam

DG

Diukur diameter tangan ketika sedang memegang sesuatu (maksimum).

 

Tebal Telapak Tangan

TTT

Diukur jarak vertikal dari bagian dalamtelapak sampai telapak luar.

 

 

 

6.  Dimensi kaki

Gambar 2.6. Antropometri Kaki

 

Tabel 2.7. Data Antropometri Kaki

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Panjang Telapak Kaki

PTK

Diukur jarak dari ibu jari kaki ke bagian belakang telapak kaki.

 

Panjang Telapak Lengan Kaki

PTLK

Diukur jarak dari lengan kaki ke bagian belakang telapak kaki.

 

Panjang Kaki sampai Jari Kelingking

PKJK

Diukur jarak dari bagian belakang telapak kaki ke jari kelingking kaki.

 

Lebar Kaki

LK

Diukur jarak horizontal dari bagian depan telapak kaki.

 

Lebar Tangkai Kaki

LTK

Diukur jarak horizontal dari bagian belakang telapak kaki.

 

Tabel 2.7. Data Antropometri Kaki (Lanjutan)

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Tinggi Mata Kaki

TMK

Diukur jarak vertikal dari mata kaki ke telapak kaki.

 

Tinggi Bagian Tengah Kaki

TBTK

Diukur jarak vertikal dari bagian tengah kaki ke telapak kaki.

 

Jarak Horisontal Tangkai Mata Kaki

JHTMK

Diukur jarak horizontal dari bagian belakang kaki ke mata kaki.

 

7. Dimensi kepala

Gambar 2.7 Antropometri Kepala

 

Tabel 2.8. Data Antropometri Kepala

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Panjang Kepala

PK

Diukur jarak dari bagian belakang kepala sampai ke dahi.

 

Tabel 2.8. Data Antropometri Kepala (Lanjutan)

 

Data yang Diukur

Singkatan

Cara pengukuran

 

Lebar Kepala

LK

Diukur jarak dari bagian kepala sisi kiri ke bagian kepala sisi kanan.

 

Diameter Maksimum dari Dagu

DMD

Diukur jarak dari dagu ke bagian belakang kepala membentuk garis miring.

 

Dagu ke Puncak Kepala

DPK

Diukur jarak vertikal dari bagian bawah dagu ke bagian atas kepala.

 

Telinga ke Puncak Kepala

TPK

Diukur jarak vertikal dari bagian tengah telinga ke bagian atas kepala.

 

Telinga ke Belakang Kepala

TBK

Diukur jarak horizontal dari bagian tengah telinga ke bagian belakang kepala.

 

Antara Dua Telinga

ADT

Diukur jarak dari telinga bagian kiri ke telinga bagian kanan.

 

Mata ke Puncak Kepala

MPK

Diukur jarak vertikal dari matake bagian tengah dahi.

 

2.12.7.Flowchart dan Langkah-langkah Penilaian Data Antropometri

            Langkah-langkah penilaian data antropometri antara lain:

  1. Start.
  2. Masukkan nilai data antropometri berupa ukuran dimensi tubuh manusia yang telah ditentukan anggota tubuh mana yang akan diukur.
  3. Pengolahan data antropometri berupa perhitungan rata-rata, nilai maksimum dan minimum serta standar deviasinya.
  4. Uji keseragaman data untuk menentukan apakah ada data yang out of control yaitu dimana data terletak di luar nilai BKA dan BKB (tidak berada diantara BKA dan BKB).
  5. Uji kecukupan data untuk menentukan apakah jumlah pengamatan yang dilakukan telah cukup memenuhi.
  6. Penetapan prinsip perancangan produk apa yang akan dipakai, dimana terdapat 3 prinsip perancangan yaitu ekstrim, rata-rata dan yang disesuaikan.
  7. Nilai persentil yang digunakan tergantung prinsip perancangan mana yang dipilih.
  8. Output/keluaran berupa data yang berada pada wilayah persentil.
  9. Stop.

            Dari langkah-langkah penilaian data antropometri tersebut maka dapat dibuat sebuah flowchart yang menggambarkan urutan alirnya yang dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8.Flowchart Penilaian Data Antropometri

 

2.12.8.Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri[12]

            Ukuran tubuh yang diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order).Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Mengingat ukuran individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk tersebut maka akan lebih mudah diatasi bilamana perancangan produk tersebut memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” (adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu.

            Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasrkan harga rata-rata (mean) dan simpangan standarnya (standar deviasi) dari data yang ada.Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal.Dengan persentil, maka yang dimaksudkan di sini adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan 5-th persentil sebaliknya menunjukkan ukuran terkecil.

Gambar 2.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Pemakaian persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan pada Tabel 2.9.seperti berikut ini:

Tabel 2.9. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil

Perhitungan

1-st

 – 2,325

2,5-th

 – 1,96

5-th

 – 1,645

10-th

 – 1,28

50-th

90-th

 + 1,28

95-th

 + 1,645

97,5-th

 + 1,96

99-th

 + 2,325

 

2.12.9.Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk

            Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat kompleks dan harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut Annis dan McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua divisi utama, yaitu:

  1. Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja.
  2. Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.

            Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja dan produk pendukung lainnya, data antropometri tenaga kerja memegang peranan penting. Menurut Sutarman bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat dibuat suatu desain alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan menggunakan dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja.

            Dalam setiap perancangan peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi:

  1. Desain orang ekstrim (data terkecil atau terbesar)

Contoh: Letak tombol-tombol operasional dan kontrol panel pada mesin yang didesain berdasarkan ukuran jangkauan tangan tertinggi.

  1. Desain untuk orang per orang

Contoh: perancangan produk pakaian berdasarkan dimensi tubuh amsing-masing individu.

  1. Desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan menggunakan persentil 5 dan persentil 95 dari populasi.

Contoh: Perancangan kursi mobil yang dapat digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya dapat diatur sedemikian rupa.

  1. Desain untuk ukuran terata dengan menggunakan data persentil 50.

Contoh: Tinggi meja kerja yang didesain hanya berdasarkan rata-rata tinggi tenaga kerja maka orang yang pendek akan selalu mengangkat bahu dan leher, sedangkan orang yang tinggi akan membungkukkan punggung waktu kerja pada ketinggian yang sama.

 

2.13.    Statistik[13]

            Kata statistik telah dipakai untuk menyatakan kumpulan data, bilangan maupun non-bilangan yang disusun dalam tabel dan atau diagram, yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan. Kata statistik juga masih mengandung pengertian lain, yakni dipakai untuk menyatakan ukuran sebagai wakil dari kumpulan data mengenai suatu hal.

 

2.13.1.Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan informasi hanya mengenai data yang memiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis dan kemudian menarik inferensi yang digeneralisasikan untuk data yang lebih besar atau populasi. Statistik deskriptif  “hanya” dipergunakan untuk menyajikan dan menganalisa data agar lebih bermakna dan komunikatif dan disertai penghitungan-penghitungan “sederhana” yang bersifat lebih memperjelas keadaan dan atau karakteristik data yang bersangkutan.

Data tentang jumlah siswa, mahasiswa, guru, dosen, pegawai, pekerjaan, penghasilan, dan lain-lain yang secara amat mudah ditemukan di kantor-kantor yang bersangkutan adalah contoh statistik deskriptif.Data-data tersebut pada umumnya disajikan ke dalam bentuk tertentu, misalnya tabel dengan distribusi frekuensi tunggal maupun berkelompok, histogram, poligon, dan lain-lain sehingga dengan mudah dan cepat dapat dipahami.Penyajian data tersebut sering dibuat sedemikian rupa sehingga menarik dan komunikatif. Demikian juga penempatanya di dinding-dinding kantor, walau tidak semuanya mesti ditempelkan di dinding, diatur sedemikian rupa sehingga hal-hal tersebut sekaligus berfungsi sebagai “hiasan” dinding yang juga “bernilai seni”.

Statistik deskriptif juga mencakup perhitungan-perhitungan sederhana, yang biasanya disebut sebagai statistik dasar, yang antara lain meliputi perhitungan frekuensi, frekuensi kumulatif, persentase, persentase kumulatif, tingkat persentil, skor tertinggi dan terendah, rata-rata hitung, simpangan baku, pembuatan tabel silang, dan lain-lain. Berbagai perhitungan statistik dasar tersebut berfungsi lebih memperlengkap informasi dan atau pemberian tentang keadaan suatu data yang ditampilkan.Perhitungan-perhitungan statistik dasar yang mana yang dilakukan pada umumnya tergantung pada kebutuhan dan tujuan dilakukannya penelitian atau pihak pengguna.

 

2.13.2.Statistik Nonparametrik[14]

Uji nonparametrik telah mendapat perhatian di tahun-tahun terakhir ini karena beberapa alasan.Pertama, perhitungna yang diperlukan sederhana dan dapat diikerjakan dengan cepat. Kedua, datanya tidak harus merupakan pengukuran kuantitatif, tetapi dapat berupa respons yang kualitatif, seperti produk “cacat” lawan “tidak cacat”, “ya” atau “tidak” , dan lain sebagainya, atau nilai-nilai suatu skala ordinal. Pada skala ordinal, subyeknya diberi peringkat menurut suatu urutan tertentu, dan suatu uji nonparametrik menganalisis peringkat-peringkat tersebut. Sebagai misal, dua  juri memberi peringkat pada lima macam bir. Peringkat 1 diberikan kepada bir yang dianggap mempunyai kualitas tertinggi, peringkat 2 diberikan kepada bir terbaik kedua, dan seterusnya.Uji nonparanetrik dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan adakah kesesuaian antara kedua juri itu.Yang ketiga dan munkin keuntungan yang paing penting dalam menggunakan uji nonparametrik adalah bahwa uji-ujinya diset dengan asumsi-asumsi yang jauh tidak mengikat dibandingkan dengan uji parametrik padanannya.

Kita harus pula menunjukkan sejumlah kelemahan yang melekat pada uji-uji nonparametrik.Terutama, uji-uji itu tidak memanfaatkan semua informasi yang dikandung dalam contoh.Akibat pemborosan ini, uji noparametrik selalu sedikit kurang efisien dibandingkan prosedur parametrik dan bila kedua metode dapat diterapkan. Dengan demikian, uji nonparametrik memerlukan contoh yang lebih besar di bandingkan dengan uji parametrik padanannya untuk mencapai peluang galat jenis II yang sama.

Ringkasnya  bila uji parametrik dan nonparametrik dapat digunakan untuk data yang sama. Kita seharusnya menghindari uji nonparametrik yang “cepat dan mudah” ini dan mengerjakanya dengan teknik parametrik yang lebih efisien.Akan tetapi, karena asumsi kenormalan seringkali tidak dapat dijamin berlakunnya, dan juga karena kita tidak selalu mempunyai hasil pengukuran yang kuantitatif sifatnya, maka beruntunglah bahwa statistikawan telah menyediakan sejumlah prosedur nonparametrik yang bermanfaat.

 

2.13.3.Uji Keseragaman Data[15]

Tes keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana mudah dan cepat.Di sini kita hanya sekedar melihat data yang terkumpul dan seterusnya mengidentifikasikan data yang telalu “ekstrim”.Yang dimaksudkan dengan data ekstrim disini ialah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari tren rata-ratanya.Data yang terlalu ekstrim ini sewajarnya kita buang jauh-jauh dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.

Langkah pertama dalam uji keseragaman data yaitu menghitung besarnya rata-rata dari setiap hasil pengamatan, dengan persamaanberikut:

          : Rata-rata data hasil pengamatan

          : Data hasil pengukuran

Langkah kedua adalah menghitung deviasi standar dengan persamaanberikut:

          : Standar deviasi dari populasi

          : Banyaknya jumlah pengamata

          : Data hasil pengukuran

Langkah ketiga adalah menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) yang digunakan sebagai pembatas dibuangnya data ektrim dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:

Dimana:

          : Rata-rata data hasil pengamatan

          : Standar deviasi dari populasi

          : Koefisien indeks tingkat kepercayaan, yaitu:

            Tingkat kepercayaan 0% – 68% harga k adalah 1

            Tingkat kepercayaan 69% – 95% harga k adalah 2

            Tingkat kepercayaan 96% – 100% harga k adalah 3

 

 

 

2.13.4.Uji Kecukupan Data

Analisis kecukupan data dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah data yang diambil sudah mencukupi dengan mengetahui besarnya nilai N’.Apabila N’<N maka data pengukuran dianggap cukup sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan data lagi.Sedangkan jika N’>N maka data dianggap masih kurang sehingga diperlukan pengambilan data kembali. Adapun tahapan dalam uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya.Hal ini 26 biasanya dinyatakan dalam persen.Sedangkan tingkat keyakinan atau kepercayaan menunjukan besarnya keyakinan atau kepercayaan pengukuran bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat tadi.Ini pun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukuran membolehkan rata-rata hasil pengukuranya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Atau dengan kata lain berati bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari sesuatu yang diukur akan memiliki peyimpangan tidak lebih dari 5%.

Pengujian kecukupan data dapat dihitung dengan persamaan  berikut:

 

Dimana:                                                    

: Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan

  : Tingkat ketelitian

s   : Standar deviasi

k   :Tingkat kepentingan (statistic interest), yaitu nilai berdasarkan banyaknya sampel yang digunakan

Setelah mendapatkan nilai N’ maka dapat diambil kesimpulan apabila N’<N maka data dianggap cukup dan tidak perlu dilakukan pengambilan data kembali, tetapi apabila N’>N maka data belum mencukupi dan perlu dilakukan pengambilan data lagi.

2.13.5.Perhitungan Rata-rata (Mean)

Rata-rata atau mean dapat dihitung berdasarkan tiga cara tergantung keadaan data, yaitu data mentah yang belum disusun ke dalam bentuk ditribusi frekuensi, data yang disusun kedalam bentuk distribusi tunggal, dan data yang disusun kedalam bentuk ditribusi bergolong

  1. Penghitungan Rata-rata Hitung dari Data Mentah

Penghitungan rata-rata hitung yang langsung dari data mentah, artinya data yang masih tidak beraturan berdasarkan hasil observasi dan belum ditabelkan baik ke dalam distribusi tunggal maupun bergolong, dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

                                       : Rata-rata hitung yang dicari

        : Skor-skor individual

                                      : Jumlah kelompok subjek

Penghitungan rata-rata hitung yang langsung dari data mentah adalah cara penghitungan yang paling sederhana dan mudah dilakukan, dan sekaligus menghasilkan rata-rata hitung yang sesungguhnya dari sampel yang diobservasi. Untuk menghindari kesalahan sebaiknya penghitungan itu dilakukan dengan kalkulator saintifik.

  1. Penghitungan Rata-rata Hitung dari Data Distribusi Tunggal

Adakalanya data hasil pengukuran langsung ditampilkan dalam bentuk ditribusi, tunggal atau bergolong tergantung keadaan data, dan baru kemudian dilakukan penghitungan-penghitungan. Penghitungan rata-rata hitung dari data distribusi tunggal sebenarnya sama dengan penghitungan yang langsung dari data kasar di atas, hanya saja jumlah skor dalam distribusi tunggal telah diketahui berdasarkan penghitungan tabel, sedang yang langsung dari data kasar jumlah skor itu harus dihitung terlebih dahulu. Jadi penghitungan rata-rata berdasarkan data ini sebenarnya lebih cepat, sedang yang lama adalah penyusunan tabel distribusi itu sendiri. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

 

Dimana:

               : Rata-rata hitung yang dicari

           : Jumlah skor

              : Jumlah subjek

Jumlah skor () sebenarnya diperoleh dari jumlah skor individual. Jadi, . Namun, hasil penjumlahan itu sudah ada karena sudah dilakukan sewaktu membuat tabel.

  1. Penghitungan Rata-rata Hitung dari Data Distribusi Bergolong

Penghitungan rata-rata hitung berdasarkan distribusi bergolong yang di dalamnya terdapat kelas-kelas interval berbeda dengan kedua cara sebelumnya. Ada dua cara untuk menghitung rata-rata hitung dari data tersebut, yaitu berdasarkan: jumlah frekuensi titik tengah, dan rata-rata hitung duga.Pertama, penghitungan rata-rata hitung berdasarkan jumlah frekuensi titik tengah. Cara penghitungan dapat dilakukan dengan cara: tentukan titik tengah () tiap kelas interval, perlakukan titik tengah sebagaimana skor (X) pada distribusi tunggal, langkah selanjutnya sama dengan rumus distribusi tunggal. Dengan demikian, rumus yang dipergunakan adalah:

 

 

Dimana:

               : Rata-rata hitung yang dicari

          : Jumlah skor titik tengah

              : Jumlah subjek

 

Kedua, penghitungan rata-rata hitung berdasarkan rata-rata duga (). Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

: Rata-rata hitung duga

    : Interval

   : Deviasi

 

2.13.6.Standar Deviasi

Standar deviasi ini sering digunakan untuk keperluan analisis karena adanya sifat matematis yang sangat penting

Populasi :

rata-rata sebenarnya.

Sampel               :

rata-rata perkiraan (estimasi).

Catatan adalah perkiraan dari

Maka    :

        : Varians sebenarnya dari X

  : Simpangan ( deviasi) dari observasi terhadap rata-rata sebenarnya

 

 

Dimana:

s           : Standar deviasi untuk sampel

          : Standar deviasi dari suatu populasi

          : Banyaknya pengamat

        : Data hasil pengukuran

 

2.13.7.Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Range

Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari sejumlah data yang dihasilkan atau dapat disimbolkan dengan . Sedangkan yang dimaksud dengan nilai minimum adalah nilai terkecil dari sejumlah data yang dihasilkan, atau dapat disimbolkan dengan .Range (R) adalah wilayah sekumpulan data yang merupakan selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil dari pengamatan.

 

2.13.8.Median dan Modus

Median adalah angka yang terletak di tengah-tengah dari sebuah distribusi frekuensi. Median akan membelah jumlah skor menjadi dua bagian yang sama banyaknya, yaitu separuh skor berada di atas median dan separuh yang lain berada dibawah median. Karena selalu merupakan bilangan yang letaknya ditengah-tengah dari keseluruhan jumlah skor, median sering juga disebut sebagai rata-rata posisi.

Jika jumlah seluruh skor hasil observasi ganjil, median dapat diperoleh dengan rumus: (N + 1) : 2. Jika sebuah observasi terdiri dari 15 buah skor, mediannya adalah bilangan yang ke-8 (15 + 1 : 2  = 8). Data itu misalnya: 21, 22, 24, 25, 27, 27, 29, 30, 31, 31, 33, 33, 34, 35, 36. Median untuk data tersebut adalah 30, yaitu dengan jumlah skor di atas dan dibawahnya sebanyak 7 buah.

Jika jumlah seluruh skor hasil 37, sehingga seluruhnya ada 16 buah skor.Kedua angka tengah-tengah itu adalah bilangan ke-8 dan ke-9, yang dalam data itu adalah 30 dan 31. Median data skor itu adalah 30 + 31 : 2 = 30,5.

Penghitungan median dengan cara tersebut menghasilkan median yang sesungguhnya (true median). Namun, jika data iu telah dikelompokkan ke dalam distribusi bergolong, median tidak dapat dicari dengan cara itu. Selain itu, median yang diperoleh pun akan merupakan median yang diperkirakan, yang mempunyai kemungkinan berbeda dengan median yang dihitung dengan cara di atas, walau perbedaanya relatif kecil.

 

Rumus untuk mencari mencari median dari data distribusi bergolong adalah sebagai berikut.

Dimana:

       : Median yang dicari

B         : Batas kelas bawah pada kelas interval tempat median

         : Jumlah frekuensi kumulatif di kelas bawah

      : Jumlah frekuensi kelas interval tempat median berada

           : Interval

Modus adalah skor yang mempunyai frekuensi paling banyak di antara skor-skor yang lain dari hasil sebuah pengukuran. Jika data itu disajikan kedalam bentuk distribusi tunggal, penetuan modus adalah tinggal menunjuk pada skor yang tertinggi frekuensinya. Misalnya, jika sebuah pengukuran menghasilkan skor: 21, 22, 24, 25, 27, 27, 29, 30, 31, 31, 31, 33, 33, 34, 35, 36, modus data itu adalah skor 31 karena mempunyai frekuensi tertinggi dibanding skor-skor yang lain, yaitu 3.

Jika dalam sebuah pengukuran memperoleh hasil semua skor berfrekuensi sama, misalnya 1, 2, atau 3, data skor hasil observasi itu tidak mempunyai modus. Jika dalam sebuah pengukuran terdapat dua skor yang frekuesinya sama, kedua skor itu dijumlah kemudian dibagi dua. Bilangan yang dihasilkan dari penghitungan itu adalah modus.

Jika data hasil oservasi telah dikelompokkan ke dalam distribusi bergolong, modus tidak dapat ditentukan begitu saja sebagaimana telah dikemukakan. Modus untuk data dalam distribusi bergolong ditentukan  dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

       :  Modus yang dicari

         : Batas kelas bawah dari kelas modus

         : Frekuensi kelas modus

         : Frekuensi di bawah kelas modus

       : Frekuensi di atas kelas modus

           : Interval

 

2.14.    Uji Normal dengan Kolmogorov-Smirnov Test[16]

2.14.1.Perhitungan dengan Cara Manual

Uji KolmogorovSmirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.

Uji Kolmogorov-Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 5% berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 5% maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji KolmogorovSmirnov adalah jika signifikansi di bawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. jika signifikansi di atas 5% maka berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku.

Uji Kolmogorov-Smirnovini dilakukan dengan cara membentukfungsi distribusi EmpirisFn(x)dari data hasilpengamatanx1, x2,x3,…,xn. Fungsidistribusiempiris tersebutakan dibandingkandengansuatufungsi distribusipendugaFo(x), sehinggadiperolehhipotesasebagai berikut:

Ho:Fn(x)=Fo(x)

Hi : Fn(x) ≠ Fo(x)

Fungsidistribusi empirisFn(x)dari data x1, x2,x3, …, xn didefinisikansebagai berikut:

           

Fn(x)   = i / n

Jika Fo(x) merupakan distribusi yang dihipotesakan. maka sebagai statistik uji K-Sadalah:

           

           

 D    =  Max (Dn+, Dn)

dimana:

i: 1,2,3,..,n

n: Jumlah data

F(x1) : Fungsi distribusi.

Fo(x)  : Distribusi tcoritis

Fn(x): Distribusi data asli.

Pemilihan fungsi distribusi dari suatu data dilihat berdasarkan DnyangterkecilatauSignificanceLevel( TingkatKepercayaan) yangterbesar. Ho ditolak, jika Dn > dn,α. Harga dn,α dapat dilihat pada tabel uji K-S.

 

2.14.2.Perhitungan dengan Menggunakan Software SPSS

Pengujian normalitas dengan menggunakan softwareSPSS dilakukan dengan menu Analyze, kemudian klik pada NonparametricTest, lalu klik pada 1-Sample K-S.K-S itu singkatan dari KolmogorovSmirnov. Maka akan muncul kotak OneSampleKolmogorovSmirnovTest. Data yang akan diuji terletak di kiri dan pindahkan ke kanan dengan tanda panah. Lalu tekan OK saja. Pada output, lihat pada baris paling bawah dan paling kanan yang berisi Asymp.Sig.(2-tailed). Lalu intepretasinya adalah bahwa jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal.

Uji normalitas dengan program komputer yang dicontohkan dibawah ini adalah dengan model Kolgomorov-Smirnov

Pemasukkan data dapat dilakukan dengan cara berikut:

  1. Buka komputer, ambil program SPSS 17 ( klik ), dan komputer langsung memberikan tampilan  “ New data”
  2. Beri nama variabel untuk data yang akan ditulis, dengan cara klik data ( di baris data ), pilih define , klik, tuliskan nama data, misalnya “ Indon” ( paling banyak 8 huruf ), pilih labels, klik, pada kolom variable lable ditulis “ kemampuan berbahasa indonesia, klik ok.
  3. Tuliskan data skor satu persatu sampai habis.
  4. Simpan dan beri nama file data itu, misalnya “ normal.Sav” lewat menu di atas, klik save data atau save as.

Pengolahan data dengan SPSS  dapat dilakukan dengan cara berikut:

  1. Panggil data yang akan diolah jika belum siap di layar monitor, jika sudah siap terus kelangkah berikutnya.
  2. Ambil statistik dari menu atas, klik, ambil summarize, ambil explore, klik. Di belakang variabel “Indon”ke kolom dependent list di sebelah kanan.
  3. Ambil statistik ( di bawah ), klik, pilih descriptives  untuk meminta olahan statistik deskriptif, sedang yang lain biarkan kosong karena tidak diperlukan, klik continue. Teruskan ambil Plots, klik, pilih normality plots with test, yang lain sementara biarkan kosong, dan klik continue ambil option, pilih exclude cases listwise, yang lain biarkan kosong, dan klik continue.
  4. Klik OK, komputer akan bekerja dan menghasilkan data yang diinginkan.

 

2.15. Evaluasi Produktivitas Pemasangan Bata Ringan Pada Dinding Bangunan Hotel

            Pemakaian material dengan konsep ramah lingkungan dewasa ini banyak dibicarakan mengingat topik tentang pemanasan global bumi sedang marak dibahas dan tentunya sebagai pihak yang terlibat langsung dalam tumbuh berkembangnya konstruksi di Indonesia kita perlu menyadari pentingnya mengintegrasikan aspek ramah lingkungan ini ke dalam proses pembangunan. Untuk itu kita hendaknya mulai menyadari akan pentingnya hal ini dan mulai terdorong untuk menggunakan bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan, termasuk didalamnya adalah pemakaian material bata ringan untuk pekerjaan dinding. Penelitian ini bertujuan mengetahui produktivitas pekerjaan pasangan dinding serta banyaknya kebutuhan pemakaian bata ringan, mortar untuk tiap m² lantai dalam kaitannya dengan konsep ramah lingkungan pada proyek bangunan tinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, dan wawancara langsung di lapangan pada sebuah proyek hotel di Surabaya. Hasil dari penelitian ini adalah nilai produktivitas pekerja sebesar 3,445 m²/jam per hari untuk komposisi pekerja 1 tukang dengan 1 atau 2 pembantu tukang.

 

2.15.1. Pendahuluan

            Pertumbuhan perekonomian kota Surabaya yang terus meningkat ditandai dengan semakin pesatnya pembangunan di kota ini. Bangunan bertingkat seperti hotel, apartment, ruko semakin tumbuh berkembang. Untuk itu pada penelitian kali ini dikhususkan pada proyek bangunan tinggi. Pesatnya pembangunan ini juga berdampak pada perkembangan bidang jasa konstruksi. Perkembangan jasa konstruksi melahirkan persaingan antar penyedia jasa konstruksi yang dalam hal ini adalah kontraktor. Dengan semakin ketatnya persaingan antar kontraktor, perlu adanya suatu evaluasi guna meningkatkan kinerja agar dapat terus bersaing untuk kedepannya. Sebagai jawaban atas hal ini maka dilakukan studi awal produktivitas pemasangan bata ringan untuk pekerjaan dinding pada proyek bangunan tinggi. Pemakaian material bata ringan ini selain karena beratnya yang ringan, tahan terhadap panas juga dalam pemasangannya hemat waktu dan energi. Penentuan besarnya nilai produktivitas merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk mengetahui besarnya peningkatan produktivitas yang dapat diterapkan dalam proyek konstruksi. Peningkatan produktivitas merupakan usaha untuk memperbaiki produktivitas rencana yang ada sehingga dapat meningkatkan hasil, manfaat, maupun keuntungan dalam jumlah optimal.

            Dalam menentukan produktivitas, banyak sekali mengalami kesulitan karena produktivitas tidak bisa diukur secara akurat melainkan hanya bisa melalui suatu pendekatan.Penentuan nilai produktivitas itu sendiri memerlukan kelengkapan data di lapangan, dimana dalam penelitian kali ini data yang akan diambil dikhususkan untuk mengetahui besarnya produktivitas pekerjaan pemasangan dinding bata ringan, dengan mengambil data untuk pemasangan dinding pada lantai sembilan dan lantai 24 proyek bangunan tinggi. Produktivitas untuk lantai lainnya tidak dapat dilaksanakan karena pada saat pencatatan ini dilakukan pada lantai lainnya sudah selesai dipasangi dinding. Hasil yang didapat setelah di analisis memakai program Microsoft Excel bahwasanya produktivitas garis dasar pada lantai sembilan bangunan hotel adalah sebesar 3.455 m²/jam setiap harinya.

 

2.15.2. Landasan Teori

            Macam dan jenis bahan bangunan dalam suatu konstruksi sangat bervariasi misalnya batu bata, pasir, kerikil. Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada pemakaian material bata ringan berpori (autoclaved aerated concrete) yang biasa disebut sebagai bata ringan. Dimana dalam penggunaanya bata ringan ini akan menjadi satu kesatuan yang solid karena adanya mortar sebagai pengikat material.

Dalam suatu proyek konstruksi kotraktor dituntut untuk bisa menyelesaikan proyek sesuai dengan schedule (penjadwalan proyek) yang sudah disepakati. Untuk memenuhi hal tersebut, kontraktor perlu mengetahui tingkat produktivitas proyek yang akan dikerjakan. Dari nilai produktivitas tersebut kontraktor bisa mengatur jumlah pekerja yang dibutuhkan agar dapat mencapai target.

 

2.15.3. Material

            Pada pekerjaan pasangan dinding, material merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi nilai produktivitas. Dalam penelitian ini material dikategorikan jadi dua yaitu bata ringan, dan mortar. Keunggulan utama bata ringan ini terletak pada beratnya yang ringan (400-600 kg/m³), dapat dipotong dengan gergaji biasa, sambungan-sambungan dapat di rekatkan dengan mortar sehingga hasil dinding sangat rata dan teratur. Dari segi ekologi bata ringan ini dapat dinilai baik dalam daya menanggulangi bising dan panas yang tinggi.

Dilihat dari sejarahnya sebenarnya bata ringan bukanlah produk baru karena bata ringan ini ditemukan pada tahun 1923. Bata ringan untuk saat ini banyak dipakai di kawasan Eropa dan Asia. Untuk wilayah Amerika lebih dari 40% pembangunan menggunakan bata ringan. Berikut keuntungan bata ringan yang mempunyai efisiensi sumber daya yang tinggi dalam penerapannya dilapangan berdasarkan hasil wawancara, bahwa dalam pemakaiannya material bata ringan ini sangat mempengaruhi disain struktur bangunan menjadi jauh lebih ringan, pemakaian tulangan yang lebih kecil dan berdampak pada pemakaian bahan-bahan lain yang jauh lebih hemat misalnya: Semen yang dipergunakan untuk pondasi, kolom, balok serta bagian lain dari bangunan yang memakai semen sebagai bahan utamanya menjadi berkurang banyak.

Waste material (sisa material) menjadi lebih sedikit karena bata ringan ini tidak mudah pecah dan dikarenakan mempunyai bentuk yang dapat disesuaikan dengan keperluan di lapangan maka dalam penempatannya di lapangan pun lebih mudah untuk dipantau. Dalam bangunan tinggi pemakaian tower crane akan menimbulkan polusi udara yang berasal dari asap sisa pembuangan generator (genset), dan polusi suara yang ditimbulkan oleh generator itu sendiri.

Karena bata ringan mempunyai berat sepertiga dari bata, maka tower crane yang sama dapat mengangkut material bata ringan ini lebih banyak daripada bata biasa sehingga selain menghemat dalam bahan bakar juga mengurangi polusi udara dan suara yang ditimbulkan oleh generator tower crane tersebut. Pemakaian tulangan yang lebih sedikit tentunya akan menghemat pemakaian bahan material besi tulangan yang akan dipakai secara keseluruhan untuk proyek dan tentunya secara tidak langsung mengurangi polusi udara dan suara yang dihasilkan dari proses pengolahan tulangan tersebut dilapangan (pengelasan, pemotongan). Dalam penelitian ini dipakai semen instant produksi Prime mortar (PM210-brick mortar) dengan spesifikasi pada Tabel 2.10.

 

Tabel 2.10. Spesifikasi Prime Mortar  (PM210-brick mortar)

            Sumber: www.primemortar.com

 

2.15.4. Pengukuran Produktivitas

Pengukuran produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini menyebabkan sulit dilakukannya pengukuran produktivitas secara detail pada proyek-proyek konstruksi. Kontraktor seringkali tidak memperhitungkan produktivitas dalam merencanakan proyek karena membutuhkan tenaga dan biaya yang besar. Selain itu, pengukuran produktivitas tidak bisa dilakukan secara akurat sehingga pengukuran produktivitas dilakukan dengan cara pendekatan.

Secara umum, produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara output dan input. Produktivitas dinyatakan dengan rumus:

Productivity = Output / Input

Sedang dalam hal pengukuran produktivitas pekerja, yang dipakai adalah: Produktivitas pekerja (m2/jam) = Hasil kerja (m2) / Jam/durasi kerja (jam).

 

2.15.5. Metodologi Penelitian

            Dalam pengukuran produktivitas terdapat beberapa metode, yaitu data langsung berupa Time Study, sedangkan data historis berupa pengukuran berdasarkan laporan harian, laporan mingguan, dan penerimaan barang. Adanya gangguan yang terjadi di lapangan dapat berdampak turunnya produktivitas tenaga kerja.

Gangguan adalah peristiwa yang terjadi di lapangan yang secara berlawanan mempengaruhi produktivitas tim kerja pada sebagian besar hari kerja, misalnya kekurangan material, kekurangan alat dan perlengkapan, cuaca yang buruk, rework, changes. Nilai produktivitas yang terbaik dapat terjadi ketika tidak ada atau hanya ada sedikit gangguan yang terjadi di lapangan.

Nilai produktivitas yang terbaik ini disebut baseline productivity. Baseline productivity menunjukkan nilai produktivitas terbaik yang dapat dicapai kontraktor dalam bagian dari suatu proyek karena tidak ada atau hanya ada sedikit ganguan yang terjadi di lapangan. Baseline productivity sangat dipengaruhi oleh kerumitan item pekerjaan.

 

2.15.6. Lembar catatan Harian (Daily record sheet)

Merupakan pencatatan nilai produktivitas harian yang dalam penelitian ini adalah produktivitas pemasangan dinding untuk tiap m2/jam setiap harinya.

 

2.15.7. Kerangka Penelitian

            Kerangka kerja dalam penelitian ini ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 2.10.

 

Gambar 2.10. Diagram Alir Kerangka Kerja Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

2.15.8. Hasildan Pembahasan

Analisis produktivitas garis dasar (m²/jam) pada lantai sembilan ditunjukkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11. Produktivitas Garis Dasar Lantai 9

No

Tanggal

Produktivitas

1

15/14/09

4,095

2

25/04/09

3,927

3

21/04/09

3,445

4

17/04/09

3,108

5

24/04/09

3,062

                        Catatan: produktivitasnya dalam m2/jam

Dari Tabel 2.11 diatas di dapatkan :

  1. Baris ketiga, pengamatan tanggal 21/04/09 merupakan median (nilai tengah) yang juga adalah nilai dari baseline productivity itu sendiri.
  2. Besarnya produktivitas garis dasar lantai sembilan: 3.445 m²/jam.
  3. Produktivitas tertinggi pada lantai 9 sebesar 4.095 m²/jam (pengamatan tanggal 15/04/09) dengan komposisi pekerja 1 tukang dengan 1 orang pembantu tukang.

 

2.15.9. Kesimpulan Pengamatan

            Berdasarkan hasil analisis pada produktivitas garis dasar, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  1. Besarnya produktivitas garis dasar pada lantai sembilan: 3.445 m²/jam
  2. Produktivitas tertinggi pada lantai sembilan sebesar 4.095 m²/jam dengan komposisi pekerja yakni  1 tukang dengan 1 orang pembantu tukang

 

2.16.   Ketajaman Penglihatan dan Jarak Terdekat yang Nyaman dari Display

2.16.1.   Pendahuluan

Persepsi gambar pada manusia tergantung pada banyak faktor. Salah satu yang paling penting adalah tentu jarak mengamati. Jarak dari mana melihat manusia pada gambar yang penting untuk mempelajari persepsi citra pada umumnya dan khususnya pada perangkat layar. Makalah ini menjelaskan metode pengukuran jarak observasi disukai di kalangan manusia dari usia yang berbeda, jenis kelamin, dan lain-lain dalam kondisi yang terkendali.

Presentasi gambar pada perangkat layar sudah secara historis diteliti dari banyak sudut pandang. Mereka mencakup misalnya pemrosesan sinyal dan gambar saat metode resampling, persepsi skala pencahayaan, kolorimetri, model psikofisik dari sistem visual manusia (HVS) atau fisiologi terinspirasi nada-pemetaan operator untuk rentang dinamis tinggi (HDR). Meskipun respon spasial HVS telah diperiksa serta, data yang diperoleh melalui pengukuran respon spasial HVS tidak umum digunakan untuk optimasi geometri persepsi.

Pemanfaatan atribut ruang HVS di perangkat layar memperkenalkan satu lagi masalah. Secara umum, jarak observasi tidak diketahui. Makalah ini menyajikan sebuah pendekatan yang dapat digunakan untuk pengukuran jarak bentuk yang lebih disukai pengamat perangkat layar dan pengukuran ketajaman visual di bawah kondisi yang sama berdasarkan statistik yang diperoleh dalam beberapa pengguna secara bersamaan.

 

2.16.2.  Tujuan Pengukuran

Pengguna cenderung untuk melihat tampilan dari “jarak yang nyaman”, namun, istilah tersebut sangat jelas, sehingga perlu dipersempit agar lebih spesifik. Tujuannya adalah untuk menemukan jarak pengamatan yang ideal yang yang terbaik untuk pemeriksaan detail pada foto masih diberikan melalui perangkat layar. Sebagai “pemeriksaan detail” masih tidak cukup spesifik dan bahkan dapat berbeda untuk pengguna yang berbeda, “pemeriksaan tindakan” dapat dibuat lebih spesifik melalui penyusunan tugas tertentu pengguna harus melakukan sehingga persepsi gambar pada pengguna dapat dibandingkan dan kualitas yang dicapai persepsi gambar yang diukur.

Tugas untuk pengguna adalah mengevaluasi filter yang berbeda diterapkan pada serangkaian gambar. Setiap gambar diproses oleh beberapa filter dan pengguna diminta untuk memilih versi yang subyektif yang mereka sukai, padahal hasilnya tidak begitu penting. Ini mengarah ke lokalisasi spontan pengguna dalam jarak pengamatan yang optimal cocok untuk perbandingan rincian gambar.

Pertanyaannya adalah bagaimana jarak pengamatan yang nyaman sesuai dengan ketajaman visual. Berbeda dengan pengukuran ketajaman visual yang standar, tabel pola (optotypes) ditempatkan pada jarak yang dipilih, ke permukaan layar. Nilai ketajaman visual yang nyata, oleh karena itu, dibandingkan dengan jarak yang dipilih, yang yang diukur juga. Pendekatan ini memastikan bahwa kondisi, terutama bidang fokus dari mata, yang dekat dengan orang-orang yang berlaku selama pengamatan dari layar.

Dalam beberapa subyek, jarak yang berbeda juga akan menyebabkan kebutuhan untuk mengubah kacamata yang juga berarti bahwa hasil dalam subjek dengan dan tanpa kacamata mungkin tidak sesuai.

 

2.16.3.  Eksperimen

Setiap subjek yang duduk di depan layar di kursi aktiva yang bergerak dan diperintahkan untuk bergerak bebas dan memposisikan dirinya dalam posisi yang nyaman. Beberapa gambar kemudian ditampilkan secara berurutan. Setiap gambar disaring oleh empat orang sedikit berbeda pada hi-pass filter pada gambar. Ke empat varian dari gambar yang sama kemudian diberikan pada sisi layar berdampingan. Urutan filter selalu secara acak. Subjek diminta untuk menilai semua dari empat varian dengan memilih “seperti” “suka” atau “netral” ikon.

Perbedaan antara filter digital yang sangat kecil, sehingga pengamat spontan memilih kondisi terbaik untuk cermat dalam pemeriksaan dan detail gambar. Setelah rating gambar selesai, mereka diminta untuk tidak bergerak.

Layar ini kemudian berubah putih dan overplaced oleh tabel pengukuran ketajaman visual. Subyek diminta untuk memilih pola terbaik dari garis-garis horizontal yang mereka bisa menyelesaikan. Mata jarak untuk menampilkan diukur selama pengujian tanpa mengganggu subjek (menggunakan triangulasi). Alat bantu membaca opsional yang digunakan di seluruh tes.

Pada tes pertama, subjek banyak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan optotypes, karena dengan beberapa densitas, pola itu terlihat di perbatasan kolom saja. Untuk mencegah ketidakakuratan yang disebabkan oleh hal ini, satu set pola yang disiapkan dengan metode perbatasan pudar dan ketajaman subjek itu kembali dievaluasi setelah tes diulang.

Gambar 2.11. Layar Percobaan

 

2.16.4.  Pengukuran Metode

Jarak dari mata ke layar dibaca dari titik yang ditandai pada skala ditempatkan jauh di samping, sejajar dengan sumbu display. Kesalahan paralaks diimbangi dengan skala yang tepat dari meteran. Para optotypes dengan tingkat kepadatan yang tepat tidak dapat dilakukan tanpa optik khusus. Rangkaian optotype dibuat dengan skala perkiraan.

Tanda Pengendalian yang dicetak di antara garis-garis. Untuk setiap optotypes jarak antara tanda diukur dengan caliper yang tepat dan kepadatan dihitung dari faktor skala. Oleh karena itu set optotype tidak mengikuti seri linier atau logaritmik. Ketajaman sudut dihitung dari ketajaman relatif dan eye-to-optotype jarak sebagai berikut:

dimana Aa adalah ketajaman sudut dalam siklus per derajat, Ar adalah ketajaman relatif dalam siklus per milimeter dan d adalah jarak dalam cm. Ketebalan 3 mm dari pelat menyebar di bawah optotypes telah diabaikan dalam perhitungan ini karena masalah presisi jarak yang disebutkan di atas.

Kredibilitas hasil dalam setiap subjek harus diperiksa oleh varian filter yang lebih disukai. Urutan gambar adalah acak, jadi jika subjek tidak menunjukkan preferensi yang jelas, perbedaan antara filter cenderung dikenali dan subjek harus disingkirkan dari data statistik.

Gambar 2.12. Scan Mikroskop

 

2.16.5.  Kesimpulan Penelitian

Peneliti mengusulkan sebuah pendekatan untuk mengukur hubungan antara ketajaman visual pada manusia dan jarak dipilih oleh tiap individu untuk memeriksa rincian pada sebuah perangkat layar. Hasil dari pengukuran ini adalah penting dalam penerapan parameter sistem visual untuk pengolahan gambar untuk perangkat layar.

Hal ini mengikuti bahwa ketajaman spasial relatif bisa mungkin diterapkan dengan respon spasial HVS. Hal ini juga memungkinkan untuk merancang sebuah model baru yang lebih akurat HVS terkait dengan parameter layar perangkat. Dalam penemuan-penemuan di masa depan, video merupakan bidang lain penyelidikan. Jarak observasi yang lebih disukai bisa mungkin sangat berbeda dengan objek yang bergerak, tidak menyebutkan bahwa HVS berperilaku berbeda dibandingkan dengan gambar yang diam. Jarak pembacaan pada pengamatan ini ditujukan pada Gambar 2.13.

 

Gambar 2.13. Jarak Pembacaan

 

2.17.    Antropometrik Pengukuran dan Analisis Komposisi Tubuh Remaja Obesitas Dengan dan Tanpa Sindrom Metabolik

2.17.1. Pendahuluan

            Dalam dekade terakhirini akibat faktor termasuk peningkatan asupan makanan, mengurangi tingkat aktivitas fisik, dan berubah pola gizi (1-3). Sebagai tingkat prevalensi obesitas akan meningkatkan risiko sindrom metabolik (MS)-cluster antropometri dan biokimia kelainan selain obesitas juga meningkat, predisposisi obesitas untuk pengembangan diabetes dan penyakit kardiovaskular. Kelainan pada obesitas meningkat serum glukosa dan trigliserida, darah tekanan, lingkar pinggang besar (W), dan rendah HDL kadar kolesterol (4). Dalam evaluasi obesitas individu MS parameter harus diukur di samping langkah-langkah seperti antropometri berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (BMI), W dan pinggul (H) keliling, dan ketak ketebalan. lain metode, yaitu analisis impedansi bioelectrical (BIA), densitometri, pengenceran isotop, dan dual energi X-ray absorptiometry (DXA), mungkin juga digunakan.

            BIA ini mendapatkan popularitas karena secara klinis noninvasif, mudah dilakukan, portabel, dan murah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi anthropometri pengukuran dan BIA di obesitas remaja dan untuk membandingkan parameter dalam obesitas anak (OC) dengan dan tanpa MS.

 

2.17.2. Metode

            Metode ini adalah analisis lintas penampang yang dilakukan di klinik Kardiologi Pediatric pada bulan Agustus sampai Desember 2007. Semua prosedur penelitian telah disetujui oleh dewan review institusional di kota Yuksek Ihtisas. Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit ditulis berdasarkan persetujuan informasi yang diperoleh dari keluarga dari anak-anak. Data dari 32 anak yang mengalami obesitas dan 32 yang mengalami age matched berat badan normal.

Obesitas anak dengan kardiovaskuler dan sistemik permasalahan dan fungsi tiroid yang abnormal hasil tes tidak dimasukkan dalam studi ini dalam rangka untuk mengevaluasi obesitas dari metabolik sindrom pada data terukur spesifik secara logis. Obesitas anak dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan kehadiran metabolik sindrom.

            Berat badan, tinggi badan, W dan H, dan skinfoldthicknesses (trisep, bisep, subskapularis) dari anak diukur, dan area permukaan tubuh dan Nilai BMI dihitung. Pertumbuhan grafik, termasuk usia dan jenis kelamin-spesifik c BMI acuan bagi anak-anak dan remaja yang dikembangkan oleh Ozturk et al., digunakan. Anak-anak dengan BMI di atas Persentil ke-95 dianggap mengalami obesitas, anak-anak dengan BMI antara 15 dan 85 persentil dianggap berat badan normal, dan anak-anak dengan BMI antara persentil ke-85 dan ke-95 adalah dianggap kelebihan berat badan.

Anak- anak yang kelebihan berat badan tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Nilai persentil dari W dikembangkan untuk Permandian Turki anak-anak dan remaja yang digunakan. Rasio W dengan tinggi dihitung. Trisep, bisep, dan ketak subskapularis ketebalan diukur dengan menggunakan Harpenden Ketak Caliper. Persentil dari trisep dan ketak subskapularis ketebalan dievaluasi. Rasio dihitung dalam kelompok untuk memberikan perkiraan distribusi lemak relatif. Komposisi tubuh parameter, yaitu BMI, basal metabolisme rate massa lemak, massa lemak bebas, air tubuh total dan impedansi, diukur dengan BIA.

BIA adalah pengukuran dilakukan pada pagi belakang subyek berpuasa selama setidaknya 12 jam dan belakang  15 menit istirahat. Subyek berdiri pada elektroda kaki stapes menjaga postur tegak sehingga untuk menyamakan berat pada kaki kanan dan kiri menurut indeks BIA, indeks massa lemak dan bebas lemak massa lemak ( Indeks massa = massa lemak-/ (tinggi) bebas lemak indeks massa = Massa bebas lemak / (tinggi) dihitung. Sistolik dan tekanan darah diastolik diukur pada setidaknya kesempatan yang berbeda dan dievaluasi sesuai dengan persentil defisiensi didefinisikan oleh Park. Hipertensi arteri adalah defi ned sebagai rata-rata SBP dan DBP di persentil 95 atau lebih tinggi untuk usia dan jenis kelamin.

 

2.17.3. Analisis Hasil Pengamatan

            Sensitivitas, spesifik kota, prediksi positif, dan nilai prediktif negatif dihitung untuk TST dan SST (dengan sensitivitas = jumlah positif sejati / jumlah positif sejati + jumlah negatif palsu, kota spesifik = jumlah negatif benar / jumlah negatif + jumlah sebenarnya dari positif palsu, positif nilai prediksi = jumlah positif benar/jumlah positif + jumlah sebenarnya dari positif palsu, negatif nilai prediksi = jumlah negatif benar / jumlah negatif sejati + jumlah negatif palsu). Analisis statistik lainnya dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang tersedia secara komersial seperti SPSS 15.0.

Tes Kolmogorov-Smirnov (K-S) digunakan untuk distribusi data. Parametrik. Analisis (2-sampel t test) dilakukan ketika variabel bunga terdistribusi normal; jika non-parametrik analisis (Mann-Whitney U test) dilakukan. Chi-square test adalah digunakan untuk menganalisis perbedaan pada variabel kualitatif kelompok. Hasil diberikan sebagai mean ± standar deviasi (SD) dalam tes parametrik dan nilai median (nilai minimum dan maksimum) di non-parametrik tes. Sebuah nilai P <0,05 dianggap signifikan bisa. Pearson analisis (2-tailed) dilakukan untuk menentukan korelasi antara variabel.

 

2.17.4. Hasil

            Demografi, klinis, dan anthropometri karakteristik dari kelompok disajikan pada Tabel 2.13. Nilai W dan OC berada di atas persentil ke-90. Hasilnya  adalah bisa signifikan korelasi positif antara W dan H (P <0,0001, r = 0,784). Hasilnya  adalah signifikan bisa korelasi positif antara SST dan W (P = 0.026, r = 0,392), H (P = 0,004, r = 0,491), dan WHR (P = 0,002, r = 0,523).

 

 

 

Tabel 2.12. Karakteristik Grup Antropometri

            Sumber: BSA surface Area, skinfold thickness

Hasil dari kelompok BIAdisajikan dalam Tabel 2.12. yakni signifikan korelasi negatif tidak bisa antara BMI dan impedansi otot (P < 0,0001, r = -0,671). 6 anak perempuan dan anak laki-laki 9 dari 32 OC (46,8%) adalah diketahui memiliki MS. Rasio MS adalah 6/11 (54,5%) pada anak perempuan obesitas dan 9/21 (42,8%) anak laki-laki mengalami obesitas.

 

2.17.5. Kesimpulan Hasil Pengamatan

            Obesitas pertama kali didefinisikan oleh Reaven (19) pada tahun 1988. setelah menemukan hubungan yang kuat antara diabetes dan penyakit jantung, International Diabetes Federation mendefinisikan obesitas sebagai obesitas sentral dalam hubungan dengan dari 2 dari 4 kriteria berikut: mengangkat tingkat trigliserida, menurunkan kolesterol HDL tingkat, mengangkat tekanan darah, dan mengangkat plasma puasa glukosa. Obesitas predisposes orang untuk pengembangan diabetes dan penyakit kardiovaskular. Th kita kontrol obesitas dan obesitas dari usia muda sangat penting. th termasuk olahraga teratur dan diet, serta ikutan pemeriksaan. Dalam penelitian ini para BMI lebih tinggi (P <0,05) dan tingkat HDL yang lebih rendah (p <0,01) di OC dengan MS dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami obesitas. Peneliti menemukan korelasi yang negatif antara BMI dan HDL (P = 0,0001, r = -0,538). Peningkatan BMI dikaitkan dengan penurunan tingkat HDL. Kriteria obesitas didefinisikan untuk anak-anak oleh Ianuzzi yang digunakan dalam penelitian ini adalah MS di 15 (46,8%) dari 32 OC. Dalam studi lain obesitas prevalensi adalah 26,6% pada anak-anak kelebihan berat badan.

            Dalam studi elevasi, tingkat SGPT dan tingkat HDL mengalami penurunan yang signifikan tidak bisa di OC dengan obesitas. Elevasi SGPT dikaitkan dengan fitur obesitas (27,28). Rendahnya tingkat HDL adalah salah kriteria untuk MS. Fungsi HDL adalah membawa kelebihan kolesterol ke hati untuk mengemas kembali atau ekskresi dalam empedu. Ketinggian SGPT di OC dengan obesitas mungkin karena kadar HDL yang rendah atau hepatosteatosis yang terjadi karena kadar HDL yang rendah. Hubungan antara tingkat HDL rendah dan WHR yang meningkat adalah fitur diketahui dari MS. Korelasi negatif antara HDL dan W, H, dan WHR menekankan pentingnya tanda tersebut di evaluasi.

 

[1] Iftikar Z. Sutalaksana dkk.,Teknik Tata Cara Kerja (Bandung: Penerbit ITB, 2005) h. 173-175.

[2]Ibid., hal. 177-179.

[3]Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu(Cet. II; Surabaya: Guna Widya, 1995) h. 210.

[4]Iftikar Z. Sutalaksana dkk., op. cit., h. 157 & 167-168.

[5]Sritomo Wignjosoebroto., op. cit., h. 170 & 217.

[6]Iftikar Z. Sutalaksana dkk., op. cit.,h. 153-154

[7]diakses dari achmadsofwanyusuf.files.wordpress.com/2011/01/bab-ii1.pdf, pada tanggal 12 Januari 2012.

[8]Tarwaka dkk., Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, (Cet. I; Surakarta: Uniba Press, 2004) h. 6-7.

[9]Sritomo Wignjosoebroto, op. cit., h. 60-65

[10]Ibid., hlm. 67-69.

[11] Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Cet.II; Surabaya: Guna Widya) h. 63-69

[12]Sritomo Wignjosoebroto, op. cit., hlm. 65-67.

[13]Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Penerbit Tarsito, 1992) h. 2-3.

[14]Ronald. E.Walpole,Pengantar Statistik, (Cet. V; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995) h. 428.

[15]Diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/1867/2/D600020182.pdf,pada tanggal 12 Januari 2012.

[16]Diakses dari http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/teknik/TM_953_6933237/TM_953_Bab%20II.pdf, pada tanggal 12 Januari 2012.

Leave a comment